Pembentukan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang berawal dari LBH Peradin Semarang yang didirikan pada 20 Mei 1978. Peradin merupakan singkatan dari Persatuan Advokat Indonesia, organisasi profesi Advokat pada masa itu yang kemudian memutuskan untuk tidak sekedar menjadi organisasi profesi, melainkan organisasi perjuangan. Penanganan kasus-kasus rakyat miskin yang menjadi korban dari ketidakadilan hukum telah menjadi fokus kerja dari LBH Peradin sejak awal pendiriannya. Setelah diselenggarakannya pertemuan LBH Peradin se-Indonesia di Medan pada 1985, LBH Peradin Semarang bergabung dengan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI). Penggabungan ini didasarkan pada kesamaan komitmen untuk membela rakyat tertindas dalam berbagai kasus struktural. Melalui SK Dewan Pengurus YLBHI No. 033/Skep/YLBHI/VI/1985 tanggal 30 Juni 1985, penggabungan ini diresmikan. LBH Peradin Semarang kemudian berganti nama menjadi LBH Semarang. Hingga saat ini, LBH Semarang merupakan satu dari 17 LBH Kantor dan 1 LBH project base (cikal bakal LBH kantor) yang menjadi bagian dari YLBHI.Dalam menjalankan gerakan bantuan hukum, LBH Semarang bersama YLBHI dan LBH-LBH kantor lainnya menggunakan konsep yang dinamai oleh Paul Moedikdo, seorang ilmuwan Belanda, sebagai Bantuan Hukum Struktural (BHS). Ketimpangan struktur sosial, politik, dan ekonomi yang mengakibatkan berbagai bentuk ketidakadilan menjadi landasan gerakan bantuan hukum yang dilaksanakan. Hal ini ter-manifestasi melalui aktivitas bantuan hukum LBH Semarang yang berfokus terhadap kasus-kasus hak asasi manusia dan demokrasi.
Untuk semakin mempersempit ketimpangan struktural, LBH Semarang tidak hanya menempuh langkah litigasi, melainkan juga langkah-langkah non-litigasi. Hal ini dikarenakan penyelesaian kasus hanya dengan litigasi kerap kali tidak cukup untuk menjawab permasalahan ketimpangan struktural. Oleh karenya, pendidikan hukum kritis, pengorganisasian komunitas, advokasi kebijakan, dan kampanye untuk menggalang dukungan publik menjadi bagian integral dari gerakan bantuan hukum LBH Semarang. Semakin banyak masyarakat yang sadar akan hak serta keadilan, diharap-kan akan semakin mempersempit ketimpangan struktural dan keadilan sosial semakin terwujud. Adapun isu yang saat ini menjadi fokus dari LBH Semarang antara lain: pertanahan, lingkungan hidup, pesisir, perburuhan, kaum miskin kota, minoritas agama, kekerasan berbasis gender, serta kebebasan berkespresi. Memfasilitasi konsolidasi gerakan rakyat di setiap isu maupun lintas isu menjadi upaya yang tengah dilakukan oleh LBH Semarang. Bagi LBH Semarang, konsolidasi mer-upakan langkah awal yang harus dilakukan untuk merespon ketidakadilan-sosial yang kian hari kian memburuk. Namun demikian, untuk memperluas akses terhadap keadilan, LBH Semarang tetap membuka konsultasi hukum gratis kepada masyarakat miskin, apapun permasalahan hukumnya. Adapun wilayah kerja LBH Semarang meliputi wilayah Provinsi Jawa Tengah.