Selasa, 25 Juli 2023 – Organisasi Tani Jawa Tengah, sebagai Organisasi yang berkomitmen untuk memperjuangkan hak-hak petani mengajukan pelaporan kepada Propam Polda Jawa Tengah dan Polisi Militer atas tindakan pengrusakan Banner aspirasi di Pundenrejo. Bersama dengan Petani Pundenrejo dan Mahasiswa yang tergabung dalam Aksi Kamisan Semarang, ORTAJA mendatangi Polda Jawa Tengah dan Polisi Militer.
Konflik Agraria di Desa Pundenrejo bermula ketika lahan garapan masyarakat yang merupakan tanah negara berubah statusnya menjadi HGB PT Laju Perdana Indah seluas 7 Hektar.Namun PT Laju Perdana Indah menelantarkan lahan tersebut sejak tahun 1999, sehingga masyarakat tetap mengusai dan memanfaatkan lahan tersebut. Pada tahun 2020 tanaman masyarakat dirusak oleh Perusahaan, sehingga saat ini petani Pundenrejo tidak lagi dapat mengakses sumber penghidupannya. Upaya memperjuangkan hak atas tanah tetap dilakukan oleh Petani Pundenrejo, namun sangat disayangkan, Aparat Kepolisa dan Militer kembali telibat untuk mengintimidasi masyarakat dalam peristiwa pengrusakan Banner Aspirasi yang berisi hasil kesepakatan dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Pati.

Pada tanggal 5 Juli 2023, banner aspirasi yang dipasang oleh petani Pundenrejo di rusak oleh PT Laju Perdana Indah bersama 1 anggota Polisi dan 1 Prajurit Militer. Hal ini yang membuat petani pundenrejo resah, pasalnya Aparat Kepolisian dan Militer seharusnya tidak turut terlibat dalam pusaran konflik agraria. Ketidakaseriusan Pemerintah dalam penyelesaian konflik agraria di Pundenrejo melahirkan konflik baru berupa keterlibatan aparat dalam konflik agraria.
Dalam menjalankan tugas, aparat kepolisian seharusnya mengacu pada Pasal 2 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 Tentang Kepolisian Republik Indonesia, dalam aturan tersebut dijelaskan bahwa “fungsi kepolisian adalah untuk memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakan hukum, memberikan pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat”. Pemasangan Banner aspirasi oleh Petani Pundenrejo merupakan bagian dari aspirasi dan kebebasan menyampaikan pendapat yang mana hal tersebut merupakan bagian dari Hak Asasi Manusia yang sudah barang tentu dilindungi oleh Konstitusi. Bentuk pemasangan banner aspirasi oleh masyarakat bukanlah satu hal yang dapat mengganggu ketertiban dan kemananan di masyarakat, sehingga keterlibatan Aparat Kepolisian adalah sebuah penyimpangan terhadap amanat UU Kepolisan dan sekaligus merupakan bentuk tindakan sewenang-wenangan kareta bertindak di luar dari kewenangan yang diberikan oleh UU Kepolisan.

Sedangkan perihal keterlibatan prajurit TNI dalam pengrusakan banner aspirasi merupakan suatu bentuk penyalahgunaan kewenangan sekaligus pelanggaran hukum, pasalnya berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia menjelaskan bahwa ” TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara*. Tindakan Pengrusakan Banner Aspirasi oleh Prajurit TNI tidak termasuk dalam menjaga pertahanan negara dan tidak mungkin menyebabkan kedaulatan NKRI terancam. Prajurit TNI dianggap telah masuk dalam urusan sipil yang tentu itu bukan merupakan kewenangannya dan tidak sesuai dengan amanat reformasi.
Tindakan petani Pundenrejo merupakan upaya untuk mempertahankan ruang hidupnya, dengan menggunakan sarana dan cara yang konstitusional, yakni menyampaikan aspirasi sebagai bagian dari HAM. Sehingga oleh karenanya justru harus didukung, alih-alih diberangus oleh Aparat Kepolisan dan Militer. Pengerahan kekuatah yang berlebih justru tidak akan menyelesaikan konflik agraria.
Narahubung :082327368908 (Itor/ORTAJA)
082315979545 (Basir/Petani Pundenrejo)
089653054626 (Dhika/LBH Semarang)