“Fakta Persidangan Nyatakan Penyidik Tidak Profesional Karena Menyisipkan Keterangan Yang Tidak Diketahui Oleh Saksi Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)”

Fakta Persidangan Nyatakan Penyidik Tidak Profesional Karena Menyisipkan Keterangan Yang Tidak Diketahui Oleh Saksi Dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP)


Sidang perkara pidana Kriminalisasi Mahasiswa Penolak Omnibus Law dengan Terdakwa IRF dan NAA kembali dilaksanakan pada hari rabu, 17 Februari 2021 dengan agenda lanjutan pemeriksaan saksi yang didatangkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Adapun saksi yang didatangkan merupakan Security yang bertugas di DPRD Jawa Tengah. Dalam sidang ini terkuak fakta bahwa keterangan saksi yang tercatat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Kepolisian bukanlah sepenuhnya keterangan yang disampaikan oleh saksi, melainkan ditambahkan oleh penyidik. Beberapa fakta yang muncul diantara nya yakni :

1.    Di dalam BAP kepolisian, saksi menerangkan secara detail, rinci dan jelas mengenai identitas ke-4 terdakwa, jumlah terdakwa melakukan pelemparan, cara terdakwa melakukan pelemparan hingga kerugian akibat pelemparan yang dilakukan oleh para Terdakwa. Akan tetapi saat dikonfirmasi kembali di muka persidangan, saksi mengaku bahwa tidak satupun terdakwa yang ia lihat melakukan pelemparan, termasuk pelemparan yang mengakibatkan kerusakan dan terluka nya aparat kepolisian. Karena saat itu saksi mengakui bahwa jarak antara saksi dengan demonstran adalah sekitar 50 meter, sehingga ia tidak bisa melihat para demonstran secara jelas.
2.    Saksi mengaku bahwa ia tidak membaca kembali BAP yang telah diketik oleh Penyidik, akan tetapi hanya menandatangani saja, sehingga diakui dalam persidangan ada beberapa pernyataan yang tidak ia ketahui tetapi tercantum dalam BAP. Hal ini dipertegas kembali oleh saksi ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mencoba mengkonfirmasi keterangan nya.
3.    Saksi juga menyampaikan bahwa posisi dan lokasi antara dirinya dengan saksi sebelumnya yakni komandan satpam DPRD Jawa Tengah selalu berbeda dan tidak pernah berada dalam titik yang sama saat aksi demonstrasi tanggal 7 oktober 2020 lalu. Akan tetapi BAP antara kedua saksi ditulis sama persis satu sama lain. Termasuk hingga titik dan koma nya
4.    Bahwa berdasarkan hal-hal tersebut, saksi menyatakan mencabut keterangan nya dalam Berita Acara Pemeriksaan

Kejanggalan lain muncul ketika saksi menyampaikan bahwa saat aksi demonstrasi 7 oktober 2020 lalu, ia berada di depan gedung DPRD dari pukul 07.00 hingga pukul 15.00 saja dan melihat pelemparan dilakukan pada jam tersebut. Hal ini tentu saja bertentangan dengan surat dakwaan Jaksa Penuntut Umum yang menyatakan bahwa pelemparan yang dilakukan oleh demonstran, termasuk para Terdakwa dilakukan pada pukul 15.30. Sehingga kebenaran dari kesaksian yang disampaikan oleh saksi perlu diragukan. Di sisi lain, saksi mengaku melihat robohnya pintu gerbang DPRD Jawa Tengah terjadi sekitar pukul 10.00 hingga 11.00, sedangkan fakta di lapangan menunjukan bahwa robohnya pintu gerbang DPRD Jawa Tengah terjadi pukul 12.00, hal ini pun telah di konfirmasi juga oleh saksi-saksi JPU terdahulu.

Berangkat dari fakta diatas, maka semakin terang menunjukan bahwa perkara ini terlihat sangat dipaksakan dan terkesan dibuat-buat, selain itu IRF dan NAA merupakan korban kriminalisasi dari Negara bersama dengan kaki tangan nya karena melakukan penolakan terhadap Omnibus Law, sebuah produk hukum cacat yang dibahas dan disahkan dengan cara-cara yang inkonstitusional dan hanya mengakomodir kepentingan dari Oligarki. Oleh karena itu Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk merapatkan kembali barisan dan bersama-sama melawan upaya anti demokrasi yang dilakukan oleh Negara.

Narahubung :    
085215333803 (LBH Semarang)
085742102504 (PBHI Jawa Tengah)
TIM ADVOKASI KEBEBASAN BERPENDAPAT JAWA TENGAH

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *