Kamis, 31 Agustus 2023 – untuk yang kesekian kalinya, Perwakilan Organisasi Tani Lokal Gerakan Masyarakat Petani Pundenrejo yang tergabung dalam GERMAPUN mendatangi Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah, kedatangan Petani Pundenrejo untuk menagih upaya-upaya yang telah dilakukan oleh Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah untuk melakukan penyelesaian Konflik agraria di Pundenrejo. Dalam audiensi tersebut, Petani Pundenrejo ditemui oleh Kabid lima, Bambang Baroto. Sebelumnya, masyarakat sudah beberapa kali mengirim surat keberatan perpanjangan HGB, kepada Wakil Menteri ATR/BPN, Kepala Kantor Wilayah Kementerian ATR/BPN Provinsi Jawa Tengah dan Kepala Kantah Kabupaten Pati. Namun hingga saat ini, tidak ada tindakan serius dari Kementerian ATR/BPN dalam hal penyelesaian konflik agraria di Pundenrejo.
Dalam pertemuan tersebut, petani menuntut kepada Kementerian untuk segera mengadakan inventarisir lapangan, dan melibatkan petani dalam prosesnya, karena fakta-fakta di lapangan sudah tidak lagi sesuai dengan perizinan, karena laha tersebut justru ditanami tebu oleh PT Laju Perdana Indah, sementara sejak tahun 2000 lahan sudah dikuasai dan manfaatkan oleh petani sebagai sumber penghidupan, sehingga Kementerian ATR/BPN segera mencabut HGB PT Laju Perdana Indah berdasarkan hasil dari fakta di lapangan. Respon Kabid 5 menyampaikan bahwa mereka akan meminta keterangan dari PT Laju Perdana Indah, mencari win-win solution selain itu dirinya akan melaporkan kepada Pimpinan untuk segera mendengarkan keterangan PT LPI dan turun kelapangan namun tidak bisa menjanjikan waktunya. Dalam hal in, Petani Pundenrejo menyayangkan pernyataan BPN, menurut Sumi (Petani Perempuan Pundenrejo menyatakan bahwa “Petani datang kesini mau menaggih upaya BPN, mengapa BPN masih memikirkan PT LPI yang mana mereka tidak pernah melihat keberadaan masyarakat, tanaman kami dirusak oleh PT LPI, kami dengan PT LPI lebih dahuulu warga yang ada d isitu, apa yang perlu dipertimbangkan lagi”.
Konflik bermula ketika lahan garapan petani Pundenrejo seluas kurang lebih 7 Hektar dirampas oleh PT Bappipundip dan sejak tahun 2001 dipindahtangankan penguasaanya kepada PT Laju Perdana Indah hingga saat ini. Tanah tersebut diterlantarkan oleh pemegang HGB sehingga masyarakat turun dan menguasai lahan tersebut. Petani menggunakan lahan untuk ditanami Palawija, namun pada tahun 2020, tanaman petani dirusak oleh pihak PT Laju Perdana Indah dengan dikawal dengan aparat kepolisian dan sekelompok orang tidak dikenal, sejak saat pengusiran, PT LPI justru menggunakan lahan tersebut untuk ditanami tebu. Pemanfaatan lahan oleh PT LPI telah melanggar izin HGB, pasalnya berdasarkan pasal 86 Peraturan Menteri Agraria, HGB hanya dapat digunakan untuk usaha nonpertanian, lebih spesifiknya adalah bangunan, ditambah dengan IZIN awal HGB PT LPI yang seharusnya digunakan untuk Implesment.
Kementerian ATR/BPN seharusnya tidak hanya menjadi mediator, karena Kementerian ATR/BPN yang justru mempunyai kewenangan untuk mencabut atau mengeluarkan izin HGB berdasarkan Pasal 91 Peraturan Menteri Agraria Nomor 18 Tahun 2021 yang menyatakan bahwa “Dalam hal keputusan Pemberian Hak Guna Bangunan merupakan kewenangan, a. Kepala Kantor Wilayah..” b. Menteri”. Apabila berdasarkan fakta lapangan sudah tidak sesuai syarat perpanjangan HGB sebagaimana yang tertera dalam Pasal 26 PP Nomor 40 Tahun 1996 yang menyatakan “HGB dapat diperpanjang atau diperbaharui apabila : tanah masih dipergunakan dengan baik sesuai dengan keadaan, sifat dan tujuan pemberian hak tersebut.”
Narahubung: (Dhika/LBH Semarang)