Semarang, 11 September 2024 – Perjuangan panjang korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO), penyiksaan, dan perbudakan di Myanmar belum berhenti. Hampir dua tahun keluarga korban berjuang namun pemerintah Republik Indonesia tak juga memulangkan para korban. Begitu pula aparat Kepolisian yang tak kunjung menangkap pelaku sindikat perdagangan orang yang diyakini masih berkeliaran, salah satunya diduga berada di wilayah Jawa Tengah.
Eko (nama samaran) salah satu korban asal Semarang, Jawa Tengah menjadi satu dari puluhan bahkan ribuan orang yang menjadi korban TPPO dan perbudakan di perusahaan penipuan online di Myanmar. Sejak awal tahun 2023, ia berangkat ke Myanmar karena adanya tawaran pekerjaan sebagai karyawan gudang pabrik pengecoran di Thailand dari sebuah iklan peluang kerja di Facebook. Namun, setelah mengikuti rangkaian mekanisme perekrutan, para korban dipaksa menjadi online scammer.
Hingga saat ini, Eko -dan juga korban lainnya- tidak dipulangkan dan dipaksa terus bekerja selama lebih dari 18 jam sebagai online scammer di bawah ancaman kekerasan. Para korban juga mengalami kesulitan menghubungi keluarga secara langsung karena alat komunikasi juga KTP dan paspor korban di rampas. Sehingga membuat korban juga kesulitan mengakses pertolongan ke Kemenlu/KBRI di Myanmar dikarenakan lokasi tempat bekerja merupakan wilayah konflik yang dikuasai kelompok bersenjata. Setiap hari para korban diawasi secara ketat oleh petugas perusahaan dengan persenjataan lengkap.
Di tengah terbatasnya akses komunikasi, korban memberanikan diri untuk menyampaikan situasi tidak manusiawi yang dialami selama di Myanmar. Video-video singkat dari korban yang tersebar di berbagai media telah menunjukkan adanya kondisi darurat yang seharusnya direspon cepat oleh Negara. Namun, hingga saat ini, belum terlihat adanya upaya serius dari negara.
Sebagai langkah untuk merespon situasi tersebut, pada hari ini keluarga Eko dengan didampingi oleh LBH Semarang sebagai penasehat hukum melaporkan perekrut atau agensi karena telah melakukan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) ke satuan gugus tugas TPPO Polda Jawa Tengah. Selain mengalami kerja paksa, situasi yang dialami Eko sudah begitu mengkhawatirkan. Berdasarkan informasi yang diterima keluarga korban, selama bekerja di Myanmar Eko mengalami kekerasan fisik berupa pemukulan hingga disetrum. Informasi ini disampaikan Eko setelah dapat meminjam ponsel sesama korban yang berhasil membawa ponselnya ke lokasi kerja paksa.
Melalui laporan ini, keluarga Eko mendesak agar kepolisian segera melakukan penyidikan dan penyelidikan kasus yang menimpa anaknya. Selain agar agen perekrut segera ditangkap, keluarga juga berharap hal ini dapat menjadi salah satu upaya agar Eko segera dipulangkan.
Narahubung:
Tuti Wijaya (LBH Semarang): 0823-1300-6100