Lima hal yang perlu warga Jateng tau tentang proyek viral 10 juta bambu, tol tanggul laut Semarang-Demak 

Tol Tanggul laut Semarang-Demak (TTLSD) adalah mega proyek yang memakan anggaran sekitar 15 triliun rupiah. Ide awal nya adalah jalan tol dan tanggul yang terpisah, lalu kemudian digabungkan menjadi satu, yaitu jalan tol di atas tanggul. Sebelum memilih material 10 juta bambu, bahan urugan sempat berganti-ganti. Mulai dari galian c, tambang pasir laut, sampai yang terbaru sedimentasi pasir laut di pesisir Demak. Dokumen lingkungan nya dikritik oleh koalisi maleh dadi segoro karena tidak spesifik menyebut sumber material urugan.

Berikut lima hal yang perlu diketahui warga Jawa Tengah soal proyek viral tol tanggul laut 10 juta bambu.

Pertama : Menghilangkan 46 hektar pohon mangrove dewasa

Kita semua tau kalau mangrove itu butuh waktu sangat lama untuk tumbuh, bahkan dia selalu kalah dengan kenaikan permukaan laut ditambah penurunan permukaan tanah. Oleh karena itu, dia tidak bisa disebut relokasi. Seperti apa yang disebut oleh BBWS Pemali Juana, Kementerian PUPR dan pemerintah provinsi Jawa Tengah. 46 hektar pohon mangrove yang akan ditebang rata-rata sudah berusia tahunan sampai belasan tahun. Selain berfungsi sebagai tanggul alami pesisir, dia juga berfungsi menjadi tempat berkembangbiak berbagai jenis kehidupan di laut : kerang, ikan, kepiting, udang, rajungan dll, yang juga merupakan sumber penghidupan nelayan kecil.

Kedua : Menenggelamkan kampung pesisir di luar tanggul

Dalam dokumen lingkungan TTLSD disebutkan bahwa selama pengerjaan proyek sampai selama tanggul beroperasi, akan mengakibatkan perubahan arus laut ke arah Demak yang ada di luar tanggul, yaitu timur Bedono dan Timbulsloko. Warga pesisir Demak yang 90 persen pesisir nya sudah tenggelam melihat ada air yang selalu datang dari arah Semarang, dan dua tahun ini air rob yang datang makin banyak dan tinggi. Proyek TTLSD ini membuat makin masuk akal, kenapa banjir rob di Demak selama dua tahun ini dengan cepat makin meluas dan dalam. Ini berdampak banyak hal, mulai dari pengungsi ekologis, yaitu korban bedol desa di Demak sampai kehilangan mata pencaharian dan peningkatan biaya hidup.

Tiga :  Kasus korupsi “wanita emas”

Masih ingat kasus viral korupsi “wanita emas” Hasnaeni Moein di Semarang. Waktu itu dia ditangkap karena kasus korupsi dana PT Waskita Beton Precast Tbk. Dia melakukan penyelewengan dana untuk proyek pembangunan TTLSD. Kejagung menetapkan ada kerugian negara sejumlah 2,5 triliun dalam korupsi yang dilakukan wanita emas. Sebenarnya sudah jadi rahasia umum, bahwa dalam mega proyek yang memakan dana besar seperti TTLSD sebagiannya adalah untuk dikorupsi. Selain itu, keuntungan yang didapat adalah untuk perusahan pemegang proyek seperti PT PP dan sebagian besar lagi untuk penyuplai material. Orang kecil paling banter kebagian menjadi buruh kasar proyek selama pengerjaan.

Empat : Menutup akses nelayan kecil di Semarang

Pada 2020, koalisi maleh dadi segoro meminta kejelasan kepada pemerintah soal nasib nelayan kecil yang akan tertutup akses nya ke laut. Sayang nya hal ini disepelekan oleh pemerintah. 

Sepanjang tahun 2024 ini, banyak nelayan di pesisir Semarang seperti di Tambakrejo, Tambak Lorok, Trimulyo dan Terboyo Wetan mengeluhkan soal akses menuju laut. Alat-alat berat dan tanggul masuk ke area-area tangkapan nelayan yang sudah hidup puluhan tahun di area itu. Proyek TTLSD juga memaksa nelayan kecil harus lebih ke tengah, bersaing dengan kapal-kapal besar. Yang artinya sama saja mau membunuh pelan-pelan nelayan kecil dengan menghilangkan mata pencaharian nya. Tidak jarang para nelayan kecil ini ditegur dan diusir oleh keamanan proyek. Selama pelaksanaan proyek TTLSD pendapatan nelayan jauh turun. Yang awalnya bisa dapat di atas 150 ribu sehari, sekarang turun hanya 50 ribu. Padahal biaya hidup belakangan makin tinggi.

Lima : Menutup Sungai dan Berpotensi membuat comberan besar di kota Semarang

Rencananya, TTLSD akan menutup beberapa jalur sungai ke laut, namun sebagian lain tetap terbuka. Terkait hal ini sampai sekarang belum jelas rencana pemerintah dan BBWS sebenarnya akan seperti apa. Yang kami tahu akan dibuat kolam retensi seluas 250 hektar dengan anggaran 300 miliar rupiah. Kolam ini berfungsi menampung air hujan dan sungai yang tertutup, kemudian akan dipompa keluar ke laut. Jujur saja, rencana ini menakutkan. Kondisi daerah aliran sungai di Semarang saat ini buruk. Dari catatan maleh dadi segoro dalam banjir sudah naik seleher, area hijau nya tidak sampai 10 persen, bahkan sebagian besar di bawah 5 persen.

Dengan kondisi itu, maka air akan sangat banyak dan cepat turun dari area atas ke kolam retensi dan berpotensi menciptakan comberan besar di kota Semarang. Banjir-banjir besar seperti terjadi tahun lalu di Dinar mas, Meteseh tidak akan bisa langsung surut.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *