NIRETIKA SRITEX-RUM SEBAGAI PELAKU PENCEMAR YANG MENANGGAPI FENOMENAL THRIFTING

Penulis: Rd Agung Fajar Apriliyano
Lembaga Bantuan Hukum Semarang

Pada sesi podcast yang termuat dalam channel youtube Espos Indonesia dimana menghadirkan Iwan Lukminto (Direktur Utama PT Sri Rejeki Isman atau Sritex) selaku narasumber, menyorot tentang masifnya aktivitas impor pakaian bekas untuk di jual kembali bagi para pelaku usaha atau biasa kita kenal thrifting. Definisi trifhting dalam konteks ini ialah pakaian-pakian impor bekas atau pakaian yang telah digunakan kemudian dipasarkan kembali untuk mengambil keuntungan bagi pelaku usaha thrifting dimana pengimporan tersebut memang terdapat yang gratis dan ada pula yang memang memerlukan biaya modal untuk membelinya bagi para tengkulak demi di pasarkan kembali.

Fenomena thrifting memang meningkat dalam satu dasawarsa terakhir, utamanya kawula muda sangat menggemari untuk membeli produk-produk thrifting. Mereka menganggap bahwa produk thrifting adalah upaya penyesuaian trend dalam aspek sandang yang tidak memerlukan pengeluaran berlebih. Apalagi jika mereka berhasil mendapatkan brand-brand yang menurutnya berkelas, memiliki harga yang sangat miring dan masih berkualitas baik atau layak pakai entah berupa kemeja, kaos, jaket, celana dan lain sebagainya.

Keberadaan harga yang sangat miring tersebut menjadi faktor utama adanya siklus pasar yang mengganggu iklim industrialisasi tekstil baik dalam skala makro maupun mikro atau lebih jelasnya kita sedang disajikan tontonan pertarungan pasar antara pelaku makro dan mikro. Sebagai contoh, PT Sritex adalah pelaku industri tekstil makro di Indonesia yang merasa terganggu dengan adanya fenomena thrifting. Perseroan yang berdomisili di Sukoharjo Jawa Tengah tersebut secara tersirat mengkritik para pemangku kebijakan berkaitan dengan regulasi agar fenomenal thrifting dapat berhenti. Namun dalam tulisan ini bukan berfokus pada para pemangku kebijakan sebagaimana yang disuarakan Iwan Lukminto, melainkan berfokus pada aspek kemunafikan PT Sritex untuk bertahan pada arus globalisasi pasar sehingga brainwash terhadap publik adalah upaya untuk menjatuhkan pasar para pelaku usaha thrifting (mikro) dan tentu hal ini kurang sehat berkenaan dengan etika bisnis demi memikat pasar.

Sebelum kita ulas kemunafikan tesebut selayaknya kita ketahui sedikit saja perihal etika bisnis. Manuel G. Velazquez (Etika Bisnis: Konsep dan Kasus, Yogyakarta: Andi Yogyakarta, 2005) yang mendefinisikan bahwa etika bisnis adalah bagian cabang filsafat dalam kegiatan bisnis yang didasarkan dengan standar moral pelaku bisnis untuk melihat suatu pebuatan yang benar dan salah bagi perilaku bisnis. Standar moral yang dijelaskan Velazques memang bersifat abstrak namun keberadaan Good Faith atau itikad baik menjadi ciri utama untuk menilai sesuatu yang benar dan sesuatu yang salah sehingga etika bisnis menjadi pedoman atau norma yang tidak tertulis dalam segala perilaku aktivitas bisnis.

Kita kembali ke pembahasan, mengapa Sritex-RUM dapat dikatakan munafik dalam pasar?

Adalah globalisasi bisnis. Arus globalisasi menuntun pelaku bisnis untuk mendapat keuntungan yang sebesar-besarnya, sebagaimana Theodore Levitt (1958) atau Milton Friedman (1962) dengan dalilnya yakni bisnis tidak memiliki tanggung jawab lain kecuali menumpuk laba. Tak heran apabila pelaku usaha thrifting melakukan hal-hal yang sekiranya meminimalisir pengeluaran untuk income yang berlebih. Dengan keberadaan fenomenal thrifting yang kini sedang menjangkau pasar, merupakan salah satu bentuk ekonomi sosial dengan adanya unsur “murah” sehingga dapat dijangkau mudah oleh pasar. Penganut atau mazhab Freiburg (1928-1930) yang menghasilkan para pemikir ekonomi sosial seperti Wilhelm Ropke, Walter Eucken, Franz Bohm. Alexander Rostow, Alfred Armack sepakat pada apa yang disebut ekonomi pasar sosial yakni sebuah sistem ekonomi bebas dan berseberangan dengan ekonomi komando yang identik dengan Sritex-RUM berindikasi pada praktik kartel, monopoli dan lain-lain.

Ekonomi sosial memiliki ciri sebagai berikut (Herry Priyono, Ekonomi Politik: Dalam Pusaran Globalisasi dan Neoliberalisme, Jakarta: Kompas Media Nusantara, 2022). Pertama, pasar dan transaksi ekonomi hanyalah salah satu dari berbagai bentuk hubungan sosial manusia. Kedua, mengingat transaksi ekonomi hanya salah satu bentuk dari relasi sosial maka kinerja ekonomi tidak seharusnya berasal dari logika otonomi modal sehingga dari keduanya berkesimpulan mengenai hubungan-hubungan sosial manusia hadir bukan untuk mengabdi kapitalisme melainkan kapitalisme hadir untuk membantu berlangsungnya relasi sosial manusia. Dapat dikatakan pasar thrifting sebenarnya menghidupkan kembali bentuk ekonomi sosial sedangkan Sritex-RUM merasa terancam dengan keberadaan thrifting yang tentu mengganggu iklim industrialisasi kapital (Sritex-RUM) sehingga mereka pastinya akan berupaya mematikan fenomenal thrifting entah dengan brainwash apapun terhadap masyarakat dan mengharap para pemangku kebijakan.

Tentu kita tidak bisa melupakan dosa-dosa dari apa yang dilakukan oleh Iwan Lukminto cs atas bisnis-bisnisnya yang mencemari lingkungan dengan limbah-limbah yang dihasilkan baik Sritex maupun RUM yang memiliki dosa terhadap ekologis sekitar (masyarakat, alam, hewan, tumbuhan).

Satu dosa trifhting tidak sebanding dengan keseluruhan dosa Sritex-RUM

Menurut kesaksian warga terdampak terutama pengakuan dari beberapa warga Desa Gupit dan Pengkol, awal kedatangan PT RUM ialah pabrik yang akan mengelola kapas untuk selanjutnya di produksi bukan seperti kenyataan yang sekarang yakni industri tekstil dari serat rayon. Pengakuan beberapa warga ini terjadi ketika momentum jual beli lahan yang di fasilitasi carik (aparatur desa) dengan membantu pihak pabrik untuk membeli beberapa lahan warga yang menjadi titik lokasi pabrik. Dalam fase ini pun terjadi banyak intrik dari pihak pabrik maupun pejabat desa agar warga dapat menjual lahanya kepada pabrik. Salah satu intriknya dengan proses penjualan yang dilakukan sewenang-wenang terutama dalam proses penetapan harga, namun yang dilakukan warga pemilik lahan dalam proses ini hanya bisa pasrah mengingat besarnya power bisnis Lukminto cs.

Dosa selanjutnya ialah ketika Bupati Sukoharjo menerbitkan Izin Lingkungan tertanggal 22 Agustus 2016 dimana hal tersebut berdampak pada operasional produksi sehingga warga sekitar pabrik merasakan ketidaknyamanan atas keberadaan PT RUM akibat bau yang di timbulkan disertai pengelolaan limbah buruk yang dilakukan. Atas ketidaknyamanan warga terdampak dalam aktivitas keseharianya akhirnya warga melakukan upaya-upaya perlawanan secara kesadaran untuk menghilangkan dampak buruk yang dilakukan PT RUM.

Bentuk-bentuk upaya perlawanan atas dasar kesadaran warga tersebut antara lain: unjuk rassa, pengaduan kepada instansi yang berwenang dari jajaran pemerintahan pusat sampai daerah tidak terkecuali para penegak hukum. Pada dasarnya setiap perlawanan yang dilakukan warga tidak sia-sia, terbukti di tahun 2018 Bupati Sukoharjo mengeluarkan Surat Keputusan perihal pemberian sanksi administratif kepada PT RUM dalam bentuk penghentian sementara kegiatan produksi yang juga diikuti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan berdasarkan SK/4047/Menlhk- PHLHK/PPSA/GKM.0/6/2018 meskipun pada akhirnya Bupati Sukoharjo mencabut sanksi tersebut di tahun 2019.

Dosa yang tak kalah pentingnya kala keberadaan unjuk rassa yang terjadi di tahun 2018 dimana pihak pabrik dengan segala kekuatanya melakukan kriminalisasi terhadap para pejuang lingkungan yang memperjuangkan hak-haknya dimana beberapa warga dianggap sebagai terpidana atas dakwaan pengrusakan dan ujaran kebencian. Selanjutnya berkaitan dengan baku mutu limbah guna menguji ambang batas emisi udara yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup Kehutanan Provinsi Jateng (DLHK Prov) tertanggal 11 Januari 2021, berdasarkan laporan hasil analisis uji laboratorium menyebut bahwa PT RUM telah melampaui batas baku mutu ambien melalui parameter Hidrogen Sulfida.

Sejatinya masih banyak dosa-dosa yang telah dilakukan Lukminto cs terhadap lingkungan sekitar atas berdirinya pabrik Sritex-RUM selain yang telah di urai diatas seperti semenjak berdiri sampai dengan 2022 PT RUM tidak memiliki rekomendasi teknis yang dikeluarkan Balai Besar Wilayah Bengawan Solo yang otomatis bahwa pabrik tidak memiliki izin kontruksi pipa limbah di Sungai Gupit yang bermuara pada Bengawan Solo yang di keluarkan Direktorat Jendral Sumber Daya Air (Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat), masalah ketenagakerjaan dan dosa lainya.

Oleh karena itu, usaha Lukminto cs untuk menghancurkan pasar thrifting dengan narasi-narasi yang dibentuk sedemikian rupa, sebetulnya mereka sedang dalam situasi sulit pada tataran pasar bebas dan aspek hukum sehingga sangat munafik atau niretika jika mereka membahas dosa-dosa thrifting kala apa yang dilakukan Sritex- RUM jauh lebih membahayakan dibanding dengan fenomenal thrifting. Pada aspek hukum sendiri, Sritex-RUM sedang menjalankan proses hukum sebagai tergugat atas dugaan pencemaran yang dilakukan terhadap warga sekitar juga sebagai terdakwa yang keduanya berjalan beriringan di Pengadilan Negeri Sukoharjo dimana seluruh situasi sulit tersebut merupakan awal kiamat perusahaan pencemar atas akumulasi seluruh dosa terhadap ekologis sekitar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *