OBITUARI DEMOKRASI: MENJAGA NYALA, MENEMBUS KABUT GELAP

Catatan Akhir Tahun (Catahu) 2024

OBITUARI DEMOKRASI: MENJAGA NYALA, MENEMBUS KABUT GELAP

Sabtu, 21 Desember 2024 – Pada hari Jumat, LBH Semarang merilis catahu 2024. Perilisan Catahu diadakan di Monod Kota Lama Semarang yang dihadiri oleh berbagai perwakilan dari jaringan masyarakat sipil Jawa Tengah.

Tema diatas adalah squel dari tema-tema sebelumnya dimana LBH berrefleksi bahwa pasca fase megatruh yang kita gambarkan sebagai pemisahan paksa antara ruh dan jasadnya (baca Catahu LBH Semarang tahun 2023), tahun ini tak jauh berbeda, bahkan ruh demokrasi kian pergi dan menuju menghilang.

Praktek pemisahan ruh-ruh demokrasi saat rezim Jokowi berkuasa, dilakukan dengan cara produksi berbagai kebijakan yang melegitimasi perampasan lahan yang merusak lingkungan, mengeksploitasi tenaga buruh, merampas hak-hak perempuan dan merenggut kebebasan sipil.

Megatruh di medan perang kurukshetra telah berhasil memaksa kita pada rezim yang dipimpin oleh Presiden yang memiliki masa lalu berlumuran darah. Tentu bukan kabar bahagia, kabut gelap semakin pekat. Rezim otokrasi tergambar dengan jelas.

Obituari Demokrasi adalah penggambaran yang relevan di tengah Rezim Prabowo-Gibran yang lahir dari siasat jahat Jokowi untuk melanggengkan kekuasaannya dan meninggalkan banyak legasi kotor. Memerkosa Hak, Mengekang Kebebasan.

Rezim otoriter dan militeristik Prabowo seyogyanya kita maknai sebagai ancaman terhadap kebebasan sipil dan ancaman terhadap gerakan rakyat. Perampasan lahan yang dipermulus dengan pendampingan oleh aparat Kepolisian juga ditemukan. Hal ini sejalan dengan temuan pelanggaran HAM di isu kebebasan sipil yang didominasi dengan kekerasan aparat sebanyak 55%. Berdasarkan pendokumentasian kasus yang ditemukan oleh LBH Semarang dari sebanyak 15 kasus di isu agraria, 33% merupakan perampasan lahan yang pelakunya merupakan pemerintah dan perusahaan swasta dengan panjang tangan aparat bahkan preman/orang tak dikenal.

Trend pengerahan aparat kepolisian, militer, preman dan pengkondisian “Serikat Buruh Centang Biru” adalah cara-cara kolonial yang diaktivasi kembali oleh rezim Prabowo-Gibran demi keuntungan kapital. Pelanggaran HAM di isu lingkungan misalkan, dari 135 Kasus terdapat 42% adalah banjir, sedangkan 28% adalah tanah longsor. Terdapat 71 kasus pelanggaran HAM pada isu Infrastruktur untuk kepentingan rakyat dengan bentuk pelanggaran mayoritas adalah jalan rusak dengan persentase 35% sementara lainnya adalah kekeringan dengan persentase 30%. Pada saat yang sama, LBH Semarang mencatat pelanggaran HAM pada isu perburuhan menduduki nomor empat setelah pelanggaran infrastruktur, dimana kasus tertinggi adalah PHK buruh yang mencapai 33%.

Kebijakan-kebijakan yang seharusnya penting namun nir keseriusan dari pemerintah hanya akan menjadi “macan kertas”. Ini sangat terlihat pada angka kekerasan terhadap perempuan dan anak yang masih tinggi pasca disahkannya UU TPKS. Belum lengkapnya aturan turunan UU TPKS acap kali menjadi dalih aparat penegak hukum untuk enggan melanjutkan kasus korban kekerasan terhadap perempuan. Berdasarkan pendokumentasian yang LBH catat, di Jawa Tengah kekerasan seksual terjadi sebesar 61 % dan KDRT sebanyak 52 % dari 124 kasus, dan menimbulkan total 307 korban.

Ruang peradilan yang kemudian menjadi satu jalan terakhir bagi masyarakat untuk mendapatkan keadilan kini hari seakan berbalik menjadi ruang-ruang yang jauh dari keadilan. Warga terdampak pencemaran lingkungan oleh PT RUM telah berhasil menyeret perusahaan menjadi Terdakwa di Pengadilan Negeri Sukoharjo hingga Mahkamah Agung. Namun keberhasilan itu tak bertegak lurus dengan putusan, Majelis Hakim ogah-ogahan untuk menghukum berat PT RUM. juga terjadi pada Peradilan Hubungan Industrial, dimana upaya SBI mendapatkan haknya yang dirampas oleh PT Far East Seating, dilakukan sebanyak dua kali gugatan. Namun, kedua kalinya juga Hakim memutus Niet Ontvankelijke Verklaard (NO) tidak diterima.

Menjaga nyala, perbesar perlawanan di kurukshetra. Belakangan kita memang dihadapkan dengan banyak kesulitan untuk menghubungkan dan mengorganisir gerakan rakyat, kekalahan berulang, bahkan sesama kawan saling memunggungi. Cerita mengenai Obituari Demokrasi adalah kisah pilu yang dipenuhi darah dan air mata, di tengah porak-porandanya gerakan rakyat akibat gempuran yang tidak berkesudahan dari negara yang merampas hak-hak rakyat demi akumulasi keuntungan. Ada kemenangan-kemenangan seperti kuatnya gerakan SBPS di Klaten, makin kuatnya Aksi Kamisan, bertumbuhnya Bara Puan, dan solidnya gerakan Petani Pundenrejo adalah nyala api kecil yang harus diteruskan kepada gerakan-gerakan lain untuk menjadi nyala yang semakin besar dan kuat.

Sehingga, seperti menjaga nyala api; pengorganisiran rakyat, memperkuat internal organisasi, pendidikan kritis mutlak dilakukan untuk menguatkan posisi tawar. Termasuk meminimalisir potensi ejakulasi kekuasaan apabila nantinya rakyat dapat membajak politik kotor yang saat ini dipraktikan oleh rezim Prabowo-Gibran.

Laporan catatan akhir tahun LBH Semarang 2024, adalah duka mendalam. Kami membaca Obituari Demokrasi: Menjaga Nyala, Menembus Kabut Gelap adalah kondisi yang mungkin sedang menyelimuti kita saat ini.

Narahubung:
Rizky : 0823-8680-7165
Tuti : 0823-1300-6100

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *