Kamis (16/03) Perwakilan perempuan pekerja rumahan di dampingi oleh LBH Semarang dan Yasanti melakukan audiensi ke Dinas Ketenagakerjaan Provinsi Jawa Tengah. Para pekerja rumahan yang berasal dari Kabupaten Ungaran ini menuntut Pemerintah segera mengesahkan Peraturan Gubernur yang melindungi pekerja rumahan dari adanya kekerasan, eksploitasi dan diskriminasi pekerja, khususnya bagi pekerja rumahan di Wilayah Jawa Tengah.
Sejak tahun 2018, Perempuan Pekerja Rumahan telah menempuh berbagai upaya untuk mendorong agar Pemerintah mengeluarkan peraturan Gubernur Jawa Tengah yang secara khusus memberikan perlindungan bagi pekerja rumahan. Upaya pembahasan draft dengan LKS Bipartit, Dinas Ketenagakerjaan dan Biro Hukum Provinsi Jawa Tengah pun telah dilalui. Akan tetapi hingga sampai saat ini draft peraturan yang sudah dikerjakan dan diajukan kepada lembaga pemerintah terkait, alih-alih disahkan justru dibiarkan begitu saja.
Perempuan pekerja rumahan tidak hanya sekedar dianggap sebagai pencari nafkah tambahan yang membuat pekerjaan mereka dipandang sebelah mata. Kebanyakan dari mereka adalah seorang ibu rumah tangga, dimana kerja-kerja domestik melekat padanya. Banyak faktor yang menyebabkan mereka memilih bekerja sebagai pekerja rumahan salah satunya faktor ekonomi yang membuat mereka mau tidak mau tetap melakukan pekerjaan tersebut. Mereka Harus bekerja dengan jam kerja yang sangat panjang dan beban kerja yang lebih tinggi dibandingkan pekerja formal. Tidak hanya ketiadaan kepastian kerja tersebut, di satu sisi pekerja rumahan juga diintimidasi dengan upah yang jauh dari kata layak dan keselamatan kerja yang tidak tersedia. Misalnya, mereka tidak diikutkan dalam BPJS kesehatan maupun BPJS ketenagakerjaan, sementara pekerjaan yang mereka lakukan sangat rentan dan memiliki resiko kecelakaan kerja yang tinggi.

Pasal 27 ayat (2) dan Pasal 28D ayat (2) UUD NRI 1945 menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak. Kemudian Pasal 28D ayat (1) menyatakan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Selain jaminan yang termaktub di dalam UUD NRI 1945 tersebut, beberapa dasar hukum terkait urgensi adanya peraturan khusus bagi perlindungan pekerja rumahan.
Misalnya, pada Putusan MK Nomor 75/PUU-XX/2022 mengenai uji materiil terhadap berapa muatan di dalam UU Ketenagakerjaan yang dianggap menghambat pekerja rumahan untuk mendapatkan hak-haknya sebagai pekerja. Dalam pertimbangan hukumnya sebagaimana termuat dalam halaman 149, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa pekerja rumahan tentunya menjadi bagian yang harus diperhatikan oleh Pemerintah, kementerian yang menangani urusan ketenagakerjaan agar dapat segera membuat aturan yang bersifat khusus atau lebih spesifik bagi pekerja rumahan sehingga hak para pekerja rumahan dapat diatur di dalamnya.
Mengingat rentan dan tingginya resiko yang dihadapi oleh perempuan pekerja rumahan yang masih dirasakan hingga sampai saat ini. Pemerintah harus segera mengambil peran atas perjuangan segala perempuan pekerja rumahan yang pernah dimulai. Kehadiran Pemerintah untuk mengeluarkan peraturan perlindungan kepada pekerja rumahan dalam bentuk peraturan Gubernur menjadi sangat penting untuk segera diproses dan disahkan sebagai peraturan Gubernur.
Narahubung; Tuti Wijaya LBH Semarang (0823-1300-6100)