Peringatan Hari Tani 2022: Jawa Tengah dalam Ancaman Perampasan Ruang Hidup dan Krisis Pangan

24 September 2022 – Petani Jawa Tengah di berbagai wilayah yang sedang memperjuangkan ruang hidupnya seperti Surokonto Wetan, Kendal; Pegunungan Kendeng; Pundenrejo, Pati; Dieng, Banjarnegara bersama memperingati hari Tani Nasional tahun 2022 dengan penuh makna mendalam.

Petani Surokonto yang tergabung dalam Persatuan Petani Surokonto Wetan (PPSW) hingga saat ini masih berjuang untuk mempertahankan tanah nenek moyang mereka dari perampasan sepihak oleh negara melalui KLHK atas dasar tukar guling lahan kawasan hutan seluas 127 Ha. Petani Kendeng dari Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK) tidak jauh berbeda, mereka sedang berjuang mengukuhi lahan-lahan warisan yang produktif nan hijau dari kegiatan usaha ekstraktif. Meski Kendeng sudah mengantongi dua kemenangan besar putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dan adanya rekomendasi KLHS Pegunungan Kendeng namun nyatanya dengan jumawa tanpa malu negara memfasiltasi perusakan kawasan karst disana.

Pundenrejo hingga saat ini berada pada posisi terhimpit, lahan yang sejak dulu kala secara turun temurun mereka garap kemudian berusaha dikuasai oleh PT Laju Perdana Indah atas dasar HGB. Padahal hingga saat ini lahan tersebut tanpa bangunan. Begitupun dengan Dieng dimana cerobong-cerobong pembangkit listrik panas bumi justru semakin membuat lahan-lahan tidak produktif dan hilangnya sumber mata air.


Petani dari berbagai daerah di Jawa Tengah ini menilai bahwa tanah adalah kehidupan, dimana mereka berusaha untuk melanjutkan hidup, mencari ketenangan dan memimpikan masa depan anak cucu dari bertani dan merawat alam. Namun justru cita-cita ini tidak disambut baik oleh negara.

Meskipun data dari BPS dan pemberitaan dari berbagai media hingga Agutus 2022 menceritakan bahwa Jawa Tengah masih menempati peringkat dominasi lumbung padi Nasional, namun kenyataan di lapangan berbeda. Kasus-kasus diatas menjadi contoh nyata bagaimana negara justru dengan sewenang-wenang ingin merampas tanah. Pupuk subsidi semakin hilang di lapangan hingga mempersulit masyarakat untuk mengakses lahan-lahannya. Bahkan untuk mengakomodir itu semua, tidak sedikit kekerasan, intimidasi, dan kriminalisasi digunakan untuk membungkam suara petani.


Contoh-contoh kasus diatas juga semakin menunjukkan bahwa Jawa Tengah dalam situasi tidak baik-baik saja bahkan semakin rusak parah. Ancaman akan krisis pangan dan perubahan iklim yang sangat cepat turut membayangi kehidupan petani yang makin tak menentu.


Berdasarkan catatan LBH Semarang, tahun 2021 setidaknya ada 5 konflik tanah baru di Jawa Tengah dengan berbagai cara. Pelakunya tentu tak lain dan tak bukan adalah negara. bayangannya dalam kemudian hari akan menjadi semakin rusak dengan hadirnya UU Cipta Kerja dengan segala aturan turunannya, revisi UU Minerba, hingga PP PSN yang sampai dengan saat ini memuncukan banyak konflik di berbagai daerah.


Negara selalu hadir untuk kemudian merampas ruang-ruang hidup masyarakat dengan dalih pembangunan dan pertumbuhan ekonomi, namun pertumbuhan tersebut jauh dari mensejahterakan petani, justru mengusir petani dari rahim ibu mereka (tanah).


NARAHUBUNG
Udin (Pundenrejo) :+62 852-0011-6027
Sarnas (Surokonto) :+62 838-6537-4041
Dafiq (Dieng) :+62 821-3868-2511
Gunretno (Kendeng) : +62 813-9128-5242

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *