“Potret Kemerdekaan Pers Jawa Tengah: Negara Masih Gagal Menjamin Kemerdekaan Pers”
Rabu, 3 Mei 2023 diperingati oleh masyarakat Internasional sebagai hari kemerdekaan pers. Penetapan hari kemerdekaan pers Internasional didasarkan pada sebuah tujuan untuk terus mendorong penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak kebebasan berekspresi sebagai pondasi dasar eksistensi pers yang bebas dan merdeka.
Walaupun diperingati setiap tahun, kondisi kemerdekaan pers di Indonesia terkhusus di Jawa Tengah justru berada dalam situasi yang mengkhawatirkan dan jauh dari semangat yang dicita-citakan dari penetapan hari kemerdekaan pers internasional. Padahal Pers adalah salah satu pilar penjaga demokrasi yang harus dilindungi dan dimajukan.
Berdasarkan catatan AJI Kota Semarang dan LBH Semarang di Jawa Tengah sepanjang 2022-awal 2023, setidaknya terdapat beberapa potret pelanggaran terhadap kemerdekaan pers di Jawa Tengah, antara lain:
Pertama dalam konteks intimidasi dan kekerasan terhadap jurnalis, berdasarkan data pengaduan yang dimiliki oleh AJI Kota Semarang serta pemantauan yang dilakukan oleh LBH Semarang, tercatat terdapat 4 (empat) kasus jurnalis yang mendapatkan tindakan intimidasi hingga kekerasan sepanjang tahun 2022. Aktor pelaku intimidasi dan kekerasan masih didominasi oleh Kepolisian dengan 3 (tiga) kasus, yakni intimidasi terhadap jurnalis yang meliput peristiwa di desa Wadas, liputan kasus kekerasan seksual di Demak, dan intimidasi terhadap salah satu radio di Kota Semarang yang saat itu tengah mengadakan talkshow isu G20 bersama dengan aktivis Greenpeace. Beberapa intimidasi tersebut juga dilakukan dengan kekerasan, seperti pemaksaan penghapusan dokumentasi, teror, dan kekerasan psikis lainnya. Adapun satu aktor pelaku intimidasi lainnya adalah sesama masyarakat, yang mengintimidasi dan memaksa salah seorang jurnalis untuk menghapus hasil dokumentasinya pada saat melakukan peliputan di desa Wadas;
Kedua, adanya tindakan merendahkan aktivitas jurnalistik. Salah satu contohnya adalah tindakan Ganjar Pranowo yang merendahkan media dari salah satu wartawan yang mewawancarainya terkait penanganan macet pada tanggal 31 Januari 2023.
Ketiga, pembatasan terhadap kemerdekaan pers dan berekspresi melalui berbagai produk hukum, antara lain
UU ITE, KUHP, UU Cipta Kerja, dan Peraturan Permenkominfo No.5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat.
Berangkat dari kondisi diatas, AJI Kota Semarang dan LBH Semarang mendesak:
- Pemerintah dan DPR RI untuk mencabut dan atau membatalkan berbagai regulasi dan pasal-pasal bermasalah yang menghambat kebebasan berekspresi dan kebebasan pers;
- Presiden RI dan Kepala Kepolisian RI menghentikan seluruh kasus pemidanaan terhadap jurnalis dan pembela HAM karena karya jurnalistik dan ekspresinya yang sah;
- Presiden RI dan Kepala Kepolisian RI untuk mengusut secara transparan dan independen kasus-kasus serangan fisik dan digital terhadap jurnalis dan pembela HAM;
- Pemerintah membuat mekanisme perlindungan terhadap pembela HAM, di dalamnya termasuk jurnalis, dengan melibatkan lembaga-lembaga negara lain terkait, komunitas pers, dan masyarakat sipil independen lainnya.
- Pemilik media untuk tidak mengintervensi ruang redaksi dengan tidak menyensor karya jurnalistik dan opini yang kritis;
- Seluruh jurnalis untuk patuh terhadap Kode Etik Jurnalistik, memberikan ruang pemberitaan bagi mereka yang tidak dapat bersuara, dan mengarusutamakan isu-isu publik dalam seluruh pemberitaan.
Narahubung:
- Aris Mulyawan (Ketua AJI Kota Semarang)
- Ignatius Rhadite (LBH Semarang)